BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahZiarah kubur merupakan perkara yang disyariatkan dalam agama kita dengan tujuan agar orang yang melakukannya dapat mengambil pelajaran dengannya dan dapat mengingat akhirat, dengan syarat tidak mengatakan disisi kuburan tersebut ucapan-ucapan yang bisa membuat Allah Subhanahu wa Ta'ala murka, seperti berdoa kepada si penghuni kuburan, memohon pertolongan kepadanya, dan sejenisnya. Pada mulanya berziarah kubur itu dilarang, larangan Rasulallah SAW pada masa permulaan itu ialah karena masih dekatnya masa umat Islam waktu itu dengan zaman jahiliyah dan kurang kuatnya akidah Islamiyah. Namun saat akidah mereka kuat dan memiliki pengetahuan keislaman yang cukup, Rasulullah SAW. pun mengizinkannya. Hal itu ditegaskan melalui dalil hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, sekarang silahkan berziarah" (HR. Muslim 2:672).
Dan di dalam rangka berziarah kubur itu, kita disunnahkan untuk berdoa, yakni mendoakan mayit yang ada di kubur itu. Dan sebagai makhluk yang sudah mati, tentu doanya bukan minta fasilitas kehidupan seperti punya anak, istri cantik, uang banyak, lulus ujian, diterima pekerjaan, dagangan laku atau terpilih jadi anggota legislatif. Mereka sudah tidak butuh semua itu di alam barzah. Yang mereka butuhkan adalah keringan dari siksa kubur dan pahala yang akan membuat mereka bisa masuk surga. Namun keyakinan bahwa orang yang sudah mati itu lantas berdoa juga kepada Allah SWT untuk kebaikan kita, maka ada yang salah dalam memahaminya. Selain itu, menziarahi makam para wali itu harus dicermati dengan pemahaman akidah yang benar. Betapapun ada sebagian kecil pihak yang tidak menerima ritual ziarah, itu disebabkan karena perselisihan paham tanpa harus menyinggung masalah akidah. Dan ini pun termasuk pada ranah furu’iyah. Maka sepatutnyapihak yang berseberangan pemahaman tidak mudah menganggap sesat atau kafir terhadap muslim lainnya. Oleh karena itu, penulis akan membahas berbagai pendapat para ulama tentang ziarah kubur bahwa sesungguhnya ziarah kubur itu bukanlah sesuatu yang diharamkan atau bid’ah, melainkan suatu hal yang dianjurkan oleh agama.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Apa pengertian sebenarnya ziarah kubur itu?
2. Bagaimana pandangan para ulama tentang ziarah kubur?
3. Apa saja macam-macam ziarah kubur?
4. Bagaimana hukum sebenarnya ziarah kubur itu?
5. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam ziarah kubur?
6. Apakah berziarah kubur termasuk larangan atau anjuran?
7. Berziarah kubur termasuk bid’ah ataukah syar’iyah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Agar pembaca mengetahui apa sebenarnya ziarah kubur itu.
2. Agar pembaca mengetahui berbagai pandangan para ulama mengenai ziarah kubur.
3. Agar pembaca mangatahui jenis-jenis ziarah kubur.
4. Agar pembaca mngerti hukum berziarah kubur.
5. Agar pembaca memahami hal-hal yang perlu diperhatikan dalm berziarah kubur.
6. Supaya pembaca mengetahui bahwa ziarah kubur itu larangan atau anjuran.
7. Agar pembaca dapat mengerti bahwa ziarah kubur itu bid’ah atau syar’iyah.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi ziarah berasal dari kata yang "Zaro" berarti قَصَدَهُ, yaitu hendak bepergian menuju suatu tempat (al Mishbahul Munir juz 4 halaman 119, lihat juga al Qamus al Fiqhi juz 1 halaman 160. http://ikhwanmuslim.com,diakses 7-1-2011). Berdasarkan hal ini makna dari berziarah kubur adalah sengaja untuk bepergian ke kuburan.
Sedangkan dalam terminologi syar’iyah, makna ziarah kubur adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Qadli ‘Iyadl rahimahullah,“(Yang dimaksud dengan ziarah kubur) adalah mengunjunginya dengan niat mendo’akan para penghuni kubur serta mengambil pelajaran dari keadaan mereka” (al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqhi juz 1:119. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011).
Ziarah kubur adalah mendatangi kuburan dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul menghuni kuburan sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, tetapi tidak boleh meminta sesuatu kepada kuburan itu, karena itu akan menjadikan musyrik (menyekutukan Allah).
B. Fatwa-Fatwa Para Pembesar Mazhab Hanbali
1. Pandangan beberapa ulama terhadap ziarah kubur
a. Syeikh Abu Muhammad ibnu Qudamah al Hanbali, penulis kitab al Mughni
Syeikh Abu Muhammad Muwaffaquddin Abdullah bin Qudamah al Hanbali Al-Imam dan pemuka mazhab Hanbali di masanya berkata dalam kitabnya Al Mughni juz 3:556. http://ziarah-kubur-dalam-pandangan-Ahlus-Sunnah/Asy Syifaa’ Wal Mahmuudiyyah.htm, diakses 6-1-2011) “Dan di istihabkan (disunnahkan) menziarai makam Nabi saw. atas dasar riwayat ad Daruquthni dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menunaikan ibadah haji lalu menziarai kuburanku setelah kematianku maka seakan ia menziaraiku di kala hidupku.”
Dalam
riwayat lain:
مَنْ َزَارَ قبْرِيْ
وجَبَتْ لَهُ شفاعَتِي
“Siapa yang menziarai kuburanku maka tetap baginya syafa’atku.”
Dengan
redaksi pertama, ia meriwayatkannya dari Sa’id, ia berkata, “Hafsh bin Sulaiman
menyampaikan hadis kepadaku dari Laits dari Mujahid dari Ibnu Umar. Ahmad
berkata dalam riwayat Abdullah dari Yazid bin Qasith dari Abu Hurairah, bahwa
Nabi SAW. bersabda:
مَا
مِنْ أحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ عند قبْرِيْ إلاَّ رَدَّ اللهُ عليَّ روحِيْ حتَّى
أّرُدَّ عليهِ السلام
“Tiada seorang yang
mengucapkan salam kepadaku di sisi kuburanku melainkan Allah akan mengembalikan
ruhku sehingga aku menjawab salamnya.”
Telah diriwayatkan dari al Utbi bahwa ia berkata,
“Aku duduk di sisi pusara Nabi SAW., lalu datanglah seorang Arab dusun seraya
berkata, “Salam atasmu wahai Rasulullah. Aku mendengar Allah berfrirman, “Sesungguhnya
Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu,
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulullah pun memohonkan ampun untuk
mereka tentulah mereka mendapati Alah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang
(QS.4;64) Wahai Rasulullah, aku
datang menghadapmu dengan memohon ampunan atas dosaku, meminta syafa’atmu
menuju Tuhanku! Kemudian orang itu mengubah bait-bait syair:
Wahai
sebaik-baik yang dikebumikan tulang-tulangnya di area ini… maka menjadi
harumlah area ini dan dataran-dataran sekiratnya.
Jiwaku
adalah tebusan bagi kuburan yang engkau adalah penghuninya… di dalamnya
terdapat harga diri, kedrmawanan dan kemuliaan.
Kemudian orang itu pergi, dan akupun tertidur.
Dalam tidurku aku mimpi berjumpa dengan baginda Nabi SAW., beliau berkata
kepadaku, “Hai Utbi kejarlah orang Arab dusun, dan berita gembirakan ia bahwa
Allah telah mengampuninya.”
b.
Syeikh Abul Faraj bin
Qudamah al Hanbali, penulis kitab Asy-Syarhu al Kabir
Syeikh Syamsuddin Abul faraj Abdurrahman bin Qudamah
al Hanbali dalam kitab Asy-Syarhu al-Kabir-nya, juz 3:495.
http://ziarah Kubur dalam Pandangan Ahlus-Sunnah/Asy Syifaa’ Wal
Mahmuudiyyah.htm, diakses 6-1-2011) menerangkan:
(Masalah): Jika selesai dari
menunaikan ibadah haji, diistihbabkan menziarai
kuburan nabi SAW. dan kburan kedua teman beliau ra.… (Setelah itu beliau
menyebutkan redaksi salam yang baik untuk diucapkan kepada nabi SAW., di
antaranya beliau mengatakan): Ya Allah, Engkau telah berfirman, dan firman-Mu
adalah haq,”Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk
mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS.4;64) Dan aku datang kepadamu dengan memohon ampunan dari
dosa-dosaku, meminta syafa’atmu menuju Tuhanku. Ya Allah, aku memohon kepadamu
agar Engkau mengabulkan bagiku ampunan, seperti Engkau mengabulkan bagi yang
mendatangi Nabi-Mu di masa hidupnya. Ya Allah jadikan beliau pertama pemberi
syafa’at, paling sukses permohonannya dan paling mulianya makhluk terdahulu dan
akhir. Dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Paling Berbelas kasih.
Selain fatwa
dua ulama besar Hanabilah di atas masih banyak lainnya. Setelahnya Al Allamah
As Sayyid Muhammad bin Alawi juga menyebutkan qasidah Ibnu al- Qayyim al
Jauziah, pada akhir bait qasidah disebutkan:
Inilah ziarahnya orang yang
senantiasa berpegang teguh dengan Syari’at Islam dan imam…
Ia adalah paling afdhalnya amal
perbuatan dalam mizan kelak di hari mahsyar.
Setelahnya, Abuya berkomentar,
“Perhatikan ucapan beliau di atas Ia adalah paling afdhalnya amal
perbuatan…. Dan Allah telah membutakan mata hati sebagian orang sehingga
tidak membacanya dan ia mengingkarinya.
C. Pensyari’atan ziarah kubur
Di awal
perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh syari’at. Pertimbangan
akan timbulnya fitnah syrik di tengah-tengah umat menjadi faktor terlarangnya
ziarah kubur di waktu itu. Namun, seiring perkembangan dan kemajuan Islam,
larangan ini dihapus dan syari’at menganjurkan umat Islam untuk berziarah kubur
agar mereka dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut, diantaranya mengingat
kematian yang pasti dan akan segera menjemput sehingga hal tersebut dapat
melembutkan hati mereka dan senantiasa mengingat kehidupan akhirat yang akan
dijalani kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu aku
melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu
dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan
akhirat. (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah
kubur.” (HR. Hakim juz 1:376 dan selainnya dengan sanad hasan, lihat Ahkamul
Janaiz:180. http://ikhwanmuslim.com, diakses
7-1-2011).
An-Nawawi rahimahullah (dalam al Majmu’ juz 5:310. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011) mengatakan, “Semula
dikeluarkannya larangan tersebut disebabkan mereka baru saja terlepas dari masa
jahiliyah. Terkadang mereka masih
menuturkan berbagai perkataan jahiliyah
yang batil. Tatkala pondasi keislaman telah kokoh, berbagai hukumnya telah
mudah untuk dilaksanakan, berbagai rambunya telah dikenal, maka ziarah kubur
diperbolehkan”. Berdasarkan hal ini, ziarah kubur merupakan perbuatan yang
dianjurkan oleh syari’at sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang lain. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dulu aku melarang kalian untuk
berziarah kubur, namun sekarang berziarah kuburlah kalian.” (HR. Muslim nomor
977).
Tujuan
disyariatkanya ziarah kubur adalah sebagai berikut.
a.
Hadits Buraidah bin Hushaib , Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya aku dahulu telah melarang
kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah karena akan bisa
mengingatkan kalian kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian.”
(HR. Muslim)
b.
Hadits Abu Sa’id Al Khudri dan Anas bin Malik :
“Sekarang berziarahlah ke kuburan karena
sesungguhnya di dalam ziarah itu terdapat pelajaran yang besar...Dalam riwayat
sahabat Anas bin Malik : … karena dapat melembutkan hati, melinangkan air mata
dan dapat mengingatkan kepada hari akhir.” (HR. Ahmad juz 3:37-38, dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz:228. www.assalafy.org diakses 6-1-2011).
c.
Hadits ‘Aisyah :
“Dahulu, Rasulullah SAW. pernah
keluar menuju kuburan Baqi’ lalu beliau mendo’akan kebaikan untuk mereka.
Kemudian ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang perkara itu. Beliau
berkata: “Sesungguhnya aku (diperintahkan oleh Allah) untuk mendo’akan mereka.
(HR. Ahmad 6:252 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ahkamul Janaiz:239.
www.assalafy.org, diakses 6-1-2011).
Dari
hadits-hadits di atas, kita dapat mengetahui kesimpulan-kesimpulan penting tentang tujuan sebenarnya dari ziarah kubur
sebagai berikut.
1)
Memberikan manfaat bagi
penziarah kubur yaitu untuk mengambil ibrah (pelajaran), melembutkan hati,
mengingatkan kematian dan mengingatkan tentang akan adanya hari akhirat.
2)
Memberikan manfaat bagi penghuni kubur, yaitu ucapan salam
(do’a) dari penziarah kubur dengan lafadz-lafadz yang terdapat pada
hadits-hadits di atas, karena inilah yang diajarkan oleh Nabi , seperti hadits
Aisyah dan yang lainnya. Bilamana ziarah kubur kosong dari maksud dan tujuan
tersebut, maka itu bukanlah ziarah kubur yang diridhoi oleh Allah . Al-Imam
Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: “Semuanya menunjukkan tentang
disyariatkannya ziarah kubur dan penjelasan tentang hikmah yang terkandung
padanya yaitu agar dapat mengambil ibrah
(pelajaran). Apabila kosong dari ini (maksud dan tujuannya) maka bukan ziarah
yang disyariatkan.” (Subulus Salam juz 2:162. www.assalafy.org, diakses 6-1-2011).
3.
Hikmah
dilarangnya ziarah kubur sebelum diizinkannya
Dahulu Rasulullah
melarang para sahabatnya untuk berziarah kubur sebelum disyari’atkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Sesungguhnya aku dahulu
telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah! Karena
dengannya, akan bisa mengingatkan kepada hari akhirat dan akan menambah
kebaikan bagi kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah,
dan jangan kalian mengatakan “hujr”
(ucapan-ucapan batil).” (H.R. Muslim), dalam riwayat (HR. Ahmad): “dan
janganlah kalian mengucapkan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah.”
Sebab
(hikmah) dilarangnya ziarah kubur sebelum disyari’atkannya, yaitu karena para
sahabat di masa itu masih dekat dengan masa jahiliyah,
yang ketika berziarah diiringi dengan ucapan-ucapan batil. Setelah kokoh pondasi-pondasi Islam dan hukum-hukumnya serta
telah tegak simbol-simbol Islam pada diri-diri mereka, barulah disyari’atkan
ziarah kubur. (An-Nawawi dalam Al Majmu’juz 3:10. www.assalafy.org, diakses 6-1-2011)
Tidak ada
keraguan lagi, bahwa amalan mereka di zaman jahiliyah
yaitu berucap dengan sebatil-batilnya ucapan, seperti berdo’a, beristighotsah,
dan bernadzar kepada berhala-berhala/patung-patung di sekitar Makkah ataupun di
atas kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh mereka.
C. Macam-Macam Ziarah
Kubur
Ketahuilah bahwasannya ziarah kubur itu terbagi
menjadi tiga macam. Di bawah ini akan dijelaskan macam-macamnya, dan kita dapat
mengambil kesimpulan setelah itu. Macam-macamnya adalah sebagai berikut.
1. Ziarah syar’iyyah
Yaitu ziarah
yang telah disyari’atkan oleh Islam dan harus terpenuhi padanya tiga syarat.
a.
Tidak sungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan
perjalanan kepadanya
Dalilnya adalah hadits dari Abu Sa’id Al-Khudriy
radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah SAW. bersabda (yang artinya), "Janganlah
kalian bersungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan perjalanan kecuali kepada
tiga masjid (yaitu): masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil
Aqsha." (HR. Al-Bukhariy no.1139 dan Muslim dalam kitab Al-Hajj 2:976
no. khusus 415 dan ini lafazdnya, dan
diriwayatkan pula oleh Al-Bukhariy no.1132 dan Muslim no.1397 dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu dengan lafazh penafian).
Kita disyari’atkan
bersungguh-sungguh dan menyengaja untuk mengadakan perjalanan ke tiga masjid
ini karena adanya keutamaan di sana yaitu dilipatkan pahala shalat di tiga
masjid tersebut. Seperti shalat di Masjidil Haram maka pahalanya sama dengan
100.000 kali shalat di masjid yang lain selain Masjid Nabawi dan Masjidil
Aqsha. Adapun bersungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan perjalanan ke selain
tiga masjid ini dalam rangka mencari berkah dan keutamaan seperti ke kuburan,
maka ini adalah perbuatan bid’ah.
b.
Tidak boleh mengatakan perkataan yang keji
Dalilnya adalah hadits dari Buraidah radhiyallahu
‘anhu dia berkata, Rasulullah SAW. bersabda (yang artinya), "(Dulu) Aku
pernah melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah
kalian." (HR. Muslim no.977). Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’iy dengan
sanad shahih dalam kitab Al-Janaa’iz bab (100) 4:89. http://ikhwanmuslim.com,diakses 7-1-2011)
dengan lafazh, "… (Dulu) Aku pernah melarang kalian berziarah kubur,
maka (sekarang) barangsiapa yang ingin berziarah maka berziarahlah dan jangan
mengatakan perkataan yang keji."
Maka hal seperti ini, demi Allah
benar-benar kekejian dan kebathilan yang paling puncaknya, akan tetapi
perkaranya adalah sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya), "Akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." Ayat ini terdapat dalam
11 tempat di dalam Al-Qur`an yaitu, Al-A’raaf:187, Yuusuf:21, 40, 68, An-Nahl:38,
Ar-Ruum:6, 30, Saba’:28, 36, Al-Mu`min:57, dan Al-Jaatsiyah:26.
Dan sungguh benar Allah ketika
berfirman (yang artinya),"Dan sebahagian besar dari mereka tidak
beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan
sembahan-sembahan lain)." [Yuusuf:106]
c.
Tidak boleh mengkhususkan dengan waktu tertentu karena
tidak ada dalil yang mengkhususkan
Seperti mengkhususkan hari jum’at,
hari raya ataupun hari-hari lainnya, karena tidak ada dalil yang menerangkan
hal ini. Bahkan kita dianjurkan ziarah kubur kapan saja tanpa pengkhususan pada
hari-hari tertntu.
2. Ziarah bid’iyyah
Ziarah bid’iyyah adalah tata cara ziarah kubur
yang menyelisihi tuntunan Nabi SAW. karena mengandung berbagai pelanggaran yang
dapat mengurangi kesempurnaan tauhid dan dapat menghantarkan pada kesyirikan.
Diantaranya adalah berziarah ke kubur dengan tujuan beribadah kepada Allah di
sisi kubur, atau bertujuan untuk mendapatkan berkah (tabarruk/ngalap berkah).
Tidak
terdapat dalil shahih yang menyatakan
keutamaan beribadah di samping kubur bahkan terdapat dalil shahih yang secara
tegas melarang peribadatan di kuburan.
Abul ‘Abbas al Harrani rahimahullah
mengatakan, “yang dimaksud dengan tata cara ziarah bid’iyyah adalah seperti bersengaja untuk shalat atau berdo’a di
samping kubur para nabi atau orang shalih, menjadikan penghuni kubur tersebut
sebagai perantara dalam doa, meminta kepada penghuni kubur untuk menunaikan
hajatnya, meminta pertolongan padanya, atau bersumpah kepada Allah dengan
perantaraan penghuni kubur atau yang semisalnya. Semua hal tersebut merupakan bid’ah yang tidak pernah dilakukan
seorang sahabat, tabi’in dan tidak juga dituntunkan oleh rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, tidak pula dicontohkan oleh Khulafur Rasyidin, bahkan para imam kaum muslimin yang masyhur
melarang seluruh hal tersebut.” (Majmu’ul Fataawa 24:334-335. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011)
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa
yang terbersit di benaknya bahwa mengusap tangan (di kubur nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam atau semisalnya) lebih mampu untuk mendatangkan berkah, maka
hal tersebut berasal dari kebodohan dan kelalaiannya karena berkah hanya dapat
diperoleh dengan amal yang sesuai dengan syari’at. Bagaimana bisa karunia Alloh
diperoleh dengan melakukan amal yang menyelisihi kebenaran.” (Al Majmu’ 8:275. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011 ).
Abu Hamid al-Ghazali rahimahullah menyatakan tabarruk terhadap kubur merupakan
ciri kaum Yahudi dan Nasrani,
فإن
المس والتقبيل للمشاهد عادة النصارى واليهود
“Sesungguhnya mengusap dan mencium kubur
(untuk mendapatkan berkah) merupakan kebiasaan kaum Nasrani dan Yahudi.” (Ihya’
‘Ulumuddin juz 1:254. http://ikhwanmuslim.com,
diakses 7-1-2011).
3. Ziarah syirkiyyah
Ziarah yang
mengandung penentangan terhadap tauhid dan dapat menghilangkan keimanan.
Diantaranya berziarah kubur dengan tujuan meminta bantuan dan pertolongan pada
penghuni kubur, menyembelih kurban untuk penghuni kubur (baca: sesajen). Hal tersebut merupakan bentuk
beribadah kepada selain Allah dan apabila pelaku sebelumnya adalah orang Islam,
maka dia telah murtad ( keluar dari
Islam).
Imam An-Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Adapun menyembelih untuk selain Allah, maka maksudnya adalah
menyembelih dengan menyebut nama selain Allah SWT. Seperti orang yang
menyembelih untuk berhala, salib, Musa, Isa alaihimassalam, atau untuk Ka’bah
dan semisalnya. Seluruh perbuatan ini haram, daging sembelihannya haram
dimakan, baik si penyembelih seorang Muslim, Nasrani ataupun Yahudi. Demikian
yang ditegaskan imam Asy Syafi’i dan disetujui oleh rekan-rekan kami. Apabila
si penyembelih melakukannya dengan diiringi pengagungan terhadap objek tujuan
penyembelihan, yaitu makhluk selain Allah dan dalam rangka beribadah kepadanya,
maka hal ini merupakan kekafiran. Apabila pelaku sebelumnya adalah seorang
muslim, maka dengan perbuatan tersebut dia telah murtad” (al Minhaj Syarh
Shahih Muslim 13:141. http://ikhwanmuslim.com,
diakses 7-1-2011).
D. Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur dianjurkan bagi kaum pria berdasarkan
hadits Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, “Rasulullah SAW. pernah menziarahi kubur
ibu beliau, kemudian beliau menangis sehingga membuat para sahabat di
sekelilingnya menangis. Beliau lalu berkata, “Tadi aku meminta izin kepada
Rabb-ku ‘azza wa jalla agar aku
dibolehkan berdo’a memohon ampun bagi ibuku, namun hal itu tidak diperkenankan.
Kemudian aku memohon agar aku dperbolehkan mengunjungi kuburnya, maka hal ini
diperbolehkan bagiku. Oleh karena itu ziarahilah kubur, karena hal itu akan
mengingatkan kalian kepada akhirat.” (HR. An Nasaai nomor 2007; Ibnu Abi Syaibah
3:223; Al Baihaqi dalam Al Kubra 4:70,76; Hakim nomor 1339 dengan sanad yang
shahih. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011).
Teks hadits ini dan juga pernyataan an Nawawi
sebelumnya menunjukkan secara tegas bahwa ziarah kubur disyari’atkan bagi kaum
pria. Namun para ulama berselisih pendapat mengenai hukum ziarah kubur bagi
wanita. Terdapat beberapa pendapat dalam masalah ini, namun secara garis besar
pendapat tersebut terbagi menjadi dua kelompok, antara yang mengharamkan dan
membolehkan atau menganjurkan. Pendapat yang kuat dalam permasalahan ini adalah
pendapat yang membolehkan wanita untuk berziarah kubur, akan tetapi yang patut
diingat adalah mereka dilarang sesering mungkin berziarah kubur. Pendapat
inilah yang menggabungkan berbagai dalil yang dikemukakan oleh dua kelompok
tersebut.
Berikut dalil-dalil yang menyatakan bolehnya
wanita berziarah kubur.
Hadits yang berasal dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, dari Abdullah bin Abi Mulaikah, dia berkata, “Pada suatu hari ‘Aisyah pulang dari kuburan. Maka aku bertanya padanya, “Wahai Ummul Mukminin, darimanakah engkau?” Maka beliau menjawab, “Dari kubur Abdurrahman bin Abi Bakr.” Maka aku menukas, “Bukankah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ziarah kubur?” Beliau pun menjawab, “Benar, namun kemudian beliau memerintahkannya.” (HR. Hakim nomor 1392, Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra nomor 6999 dengan sanad yang shahih. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011). Dalam sebuah hadits yang panjang dan diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais bin Makhramah ibnil Muththallib dari bibinya, Ummul Mukminin, ‘Aisyah radliallahu ‘anha ketika beliau membuntuti nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendatangi pekuburan Baqi’ di suatu malam. Setibanya di rumah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada ‘Aisyah bahwa Allah memerintahkannya untuk mengunjungi penghuni kuburan Baqi’ dan memintakan ampunan bagi mereka. Maka ‘Aisyah kemudian bertanya, “Lalu apa yang akan aku katakan pada mereka?” Kata beliau, “Ucapkanlah, Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai kaum muslimin dan mukminin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kami maupun yang akan menyusul, dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim nomor 974, An Nasaai 2037, Al Baihaqi nomor 7003, Abdurrazzaq nomor 6722. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011).
Hadits yang berasal dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, dari Abdullah bin Abi Mulaikah, dia berkata, “Pada suatu hari ‘Aisyah pulang dari kuburan. Maka aku bertanya padanya, “Wahai Ummul Mukminin, darimanakah engkau?” Maka beliau menjawab, “Dari kubur Abdurrahman bin Abi Bakr.” Maka aku menukas, “Bukankah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ziarah kubur?” Beliau pun menjawab, “Benar, namun kemudian beliau memerintahkannya.” (HR. Hakim nomor 1392, Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra nomor 6999 dengan sanad yang shahih. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011). Dalam sebuah hadits yang panjang dan diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais bin Makhramah ibnil Muththallib dari bibinya, Ummul Mukminin, ‘Aisyah radliallahu ‘anha ketika beliau membuntuti nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendatangi pekuburan Baqi’ di suatu malam. Setibanya di rumah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada ‘Aisyah bahwa Allah memerintahkannya untuk mengunjungi penghuni kuburan Baqi’ dan memintakan ampunan bagi mereka. Maka ‘Aisyah kemudian bertanya, “Lalu apa yang akan aku katakan pada mereka?” Kata beliau, “Ucapkanlah, Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai kaum muslimin dan mukminin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kami maupun yang akan menyusul, dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim nomor 974, An Nasaai 2037, Al Baihaqi nomor 7003, Abdurrazzaq nomor 6722. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011).
Persetujuan nabi SAW. terhadap perbuatan seorang
wanita yang beliau tegur di sisi kubur. Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu
berkata, “Rasulullah melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur,
kemudian beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!” (HR.
Bukhari nomor 1223, 6735).
Wanita tidak diperbolehkan untuk sesering mungkin
berziarah kubur, karena hal tersebut akan menghantarkan kepada perbuatan yang
menyelisihi syari’at seperti berteriak, tabarruj
(bersolek di depan non mahram), menjadikan pekuburan sebagai tempat wisata, membuang-buang
waktu, dan berbagai kemungkaran lain sebagaimana dapat kita saksikan hal
tersebut terjadi di sebagian besar negeri kaum muslimin. Perbuatan inilah yang
dimaksud dalam hadits shahih dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu,
لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم زوارات القبور
“Sesungguhnya
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering menziarahi
kubur.” (HR. Ibnu Majah nomor 1574, 1575, 1576 dengan sanad yang hasan. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011).
Laknat yang
tercantum dalam hadits tersebut hanyalah diperuntukkan bagi wanita yang sering
berziarah kubur, karena lafadz “زوارات”
merupakan bentuk mubalaghah
(hiperbola). Kemungkinan penyebab laknat tersebut dijatuhkan pada mereka adalah
karena para wanita tersebut menyia-nyiakan hak suami (dengan sering keluar
rumah), bertabarruj, ratapan dan
perbuatan terlarang yang semisal. Terdapat pendapat yang menyatakan apabila
seluruh hal tersebut dapat dihindari, maka boleh mmberikan izin kepada wanita
untuk berziarah kubur, karena mengingat kematian merupakan suatu perkara yang
dibutuhkan oleh pria maupun wanita.
Asy-Syaukani rahimahullah (dalam Nailul Authar juz 4:95.
http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011)
mengatakan, “Pendapat ini yang lebih tepat untuk dijadikan pegangan dalam
mengkompromikan seluruh hadits dalam permasalahan ini yang sekilas nampak
bertentangan.”
An Nawawi (dalam al Majmu’ 5:309. http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011)
setelah menyebutkan dua pendapat yang disebutkan oleh Ar Ruyani dalam
permasalahan ini, beliau memilih pendapat yang membolehkan wanita untuk
berziarah kubur dan berkata, “Pendapat inilah yang tepat menurutku dengan
syarat terbebas dari fitnah. Pengarang al Mustazhhari berkata, “Menurutku
apabila ziarah tersebut dilakukan untuk memperbarui kesedihan serta memicu
terjadinya ratapan dan tangisan sebagaimana kebiasaan kaum wanita, maka
hukumnya haram, sehingga hadits tersebut berlaku pada
kondisi ini.” Wallahu a’lam.
E. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Ziarah Kubur
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan jika kita
sedang berziarah kubur, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Ketika masuk, sunnah menyampaikan salam
kepada mereka yang telah meninggal dunia.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan kepada para sahabat
agar ketika masuk kuburan membaca, "Semoga keselamatan dicurahkan
atasmu wahai para penghuni kubur, dari orang-orang yang beriman dan orang-orang
Islam. Dan kami, jika Allah menghendaki, akan menyusulmu. Aku memohon kepada
Allah agar memberikan keselamatan kepada kami dan kamu sekalian (dari
siksa)." (HR Muslim).
2.
Berziarah Kubur Dapat Mengingatkan Kematian
dan mengingatkan Untuk Berbuat kebajikan.
Rasulullah bersabda: "Dulu aku pernah melarang kalian berziarah
kubur, sekarang berziarahlah kalian. Karena ziarah kubur akan mengingatkan
kepada akhirat. Dan hendaklah berziarah itu menambah kebaikan untuk kalian.
Maka barangsiapa yang ingin berziarah silakan berziarah dan janganlah kalian
mengatakan perkataan yang bathil (hujran)." (HR. Muslim, Abu Dawud, Al Baihaqi, An Nasa'i, dan Ahmad)
3.
Tidak duduk di atas kuburan, serta tidak
menginjaknya
Ada banyak sekali fenomena dimana kuburan wali begitu dikeramatkan hingga
orang mengunjungi kuburan wali, lalu duduk mengelilingi kuburan wali. Mereka
juga menganggap jika shalat disana lebih baik dari shalat di masjid sebab jika
shalat didekat orang shalih maka orang shalih tersebut akan memberikan syafa'at
pada mereka. Ada kasus menarik dimana banyak orang-orang shalat menghadap
kuburan Syaikh Jaelani, dan ia tidak menghadap kiblat. Inilah Bentuk kesyirikan
yang nyata, seakan-akan orang itu belum mendengar sabda Rasulullah : "Janganlah
kalian shalat (memohon) kepada kuburan, dan janganlah kalian duduk di
atasnya." (HR. Muslim)
4. Nadzar-nadzar
yang ditujukan kepada orang-orang mati adalah termasuk syirik besar.
Sebagian manusia ada yang melakukan nadzar berupa binatang sembelihan,
harta atau lainnya untuk wali tertentu. Nadzar semacam ini adalah syirik dan
wajib tidak dilangsungkan. Sebab nadzar adalah ibadah, dan ibadah hanyalah
untuk Allah semata. Adapun contoh nadzar
yang dibenarkan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh isteri Imran. Allah
berfirman: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak
yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul
Maqdis)" (Ali Imran: 35)
5.
Tidak melakukan thawaf sekeliling kuburan
dengan niat untuk ber-taqarrub (ibadah).
Seperti mengelilingi kuburan Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Syaikh Rifa'i,
Syaikh Badawi, Syaikh Al-Husain, dan lainnya. Perbuatan semacam ini adalah
syirik, sebab thawaf adalah ibadah, dan ia tidak boleh dilakukan kecuali thawaf
di sekeliling Ka'bah, Allah berfirman: "Dan hendaklah mereka melakukan
thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (Al-Hajj: 29)
6.
Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan
Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan tertentu untuk mencari berkah
atau memohon kepadanya adalah tidak diperbolehkan. Rasulullah bersabda: "Tidaklah
dilakukan perjalanan (tour) kecuali kepada tiga mas-jid; Masjidil Haram,
Masjidku ini, Masjidil Aqsha." (Muttaffaq 'alaih)
7.
Menyembelih hewan di kuburan para nabi atau
wali
Meskipun penyembelihan yang dilakukan dikuburan para nabi atau wali
dengan niat untuk Allah, tetapi ia termasuk perbuatan orang-orang musyrik.
Mereka menyembelih binatang di tempat berhala dan patung-patung wali mereka.
Rasulullah bersabda: "Allah melaknat orang yang menyembelih selain
Allah." (HR. Muslim)
8.
Dilarang membangun di atas kuburan atau
menulis sesuatu dari Al-Qur'an atau syair di atasnya.
Kuburan-kuburan yang banyak kita saksikan di negara-negara Islam; seperti
Syam, Iraq, Mesir, dan negara Islam lainnya, sungguh tidak sesuai dengan
tuntunan Islam. Berbagai kuburan itu dibangun sedemikian rupa, dengan biaya
yang tidak sedikit. Padahal Rasulullah melarang mendirikan bangunan di atas
kuburan. Dalam hadits shahih disebutkan: "Rasulullah melarang mengapur
kuburan, duduk dan mendirikan bangunan di atasnya." (HR. Muslim) Seperti kuburan Al-Husain
di Iraq, Abdul Qadir Jaelani di Baghdad, Imam Syafi'i di Mesir dan lainnya.
Sebab pelarangan membangun kubah di atas kuburan adalah bersifat umum,
sebagaimana kita baca dalam hadits, Rasulullah bersabda kepada Ali, "Janganlah
engkau biarkan patung kecuali engkau menghancurkannya. Dan jangan (kamu
melihat) kuburan ditinggikan kecuali engkau meratakannya." (HR. Muslim).
F.
Anjuran Untuk
Melakukan Ziarah Kubur
Anjuran sunnah untuk berziarah itu berlaku untuk laki-laki maupun wanita.
Karena, dalam hadits tidak disebutkan kekhususan hanya untuk kaum pria saja.
Namun bila ada yang menghukumi makruh berziarah bagi kaum wanita, itu
disebabkan lemahnya kemampuan wanita untuk bersikap tabah dan sabar sewaktu
berada diatas pekuburan atau dikarenakan penampilannya yang tidak mengenakan
hijab (menutup auratnya) dengan sempurna. Demikian hal itu ditegaskan dalam
I’anatut Thalibin jilid 2:142, At-Taajul Jami’ lil Ushul jilid 2:381, dan kitab
Mirqotul Mafatih karya Mula Ali Qori jilid 4:248.
Pada awalnya Rasulullah SAW. Melarang umatnya untuk berziarah, hal itu
dikarenakan keadaan masyarakat disaat itu masih rentan keimanannya, sehingga
dikhawatirkan mereka cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama. Disamping itu juga mereka dikhawatirkan datang ke kuburan untuk
menyembah dan memujanya seperti yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Tetapi ketika iman mereka
sudah kuat, tidak mudah goyah dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang itu
lagi,. Maka Rasulullah SAW. memerintahkan mereka untuk berziarah kubur.
Sebagaimana hadiat beliau,
قَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ
زِيَارَةِ الْقَبْرِ فَزُوْرُوْهَا (رواه مسلم )
Artinya
:”Sesungguhnya (dahulu) aku pernah melarang kamu sekalian ziarah kubur, tetapi
(sekarang) ziarahlah kalian”. (HR Muslim)
Dalam ilmu
Ushul Fiqih, apabila ada perintah setelah larangan maka hukumnya menunjukkan mubah/boleh, sebagaimana dalam kaidah
Ushul :
اَلاَمْرُ بَعْدَ
النَّهْيِ يُفِيْدُ اْلاِبَاحَةِ
Artinya:
“Perintah setelah larangan itu boleh”.
Jadi ziarah kubur itu hukumnya mubah/boleh, bahkan suatu anjuran agar
kita bisa mengingat mati. Namun jika kita lihat dari pada unsur-unsur lainnya,
maka ziarah kubur itu menunjukkan sunnah (dikerjakan mendapat pahala,
ditinggalkan tidak berdosa). Oleh karena itu ziarah kubur itu disunnahkan apabila:
1.
Mengingatkan
kita akan kematian. Kita sadar bahwa kitapun akan mati, hanya
tinggal menunggu waktunya.seperti orang yang kita ziarahi itu sebagaimana
hadits Rasulullah SAW:
قَالَ النَّبِيُّ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ (رواه
الترمذى)
Artinya
:”Rasulullah SAW bersabda,”Perbanyaklah mengingat akan hal yang membinasakan
kelezatan (yaitu kematian)”. (HR.Turmudzi)
2. Menyadari
akan kematian itu, maka kita mudah-mudahan dapat mengoreksi diri
kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Mengingat
kematian akan melahirkan sifat zuhud (tidak rakus/hidup sederhana)
di dunia.
4. Meyakini
dengan haq bahwa dibalik kehidupan dunia, ada lagi kehidupan yang
lebih kekal yaitu akhirat.
5. Dapat menambah tingkat keimanan kepada Allah
SWT.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa ziarah kubur itu bukan sebuah larangan, tetapi
sebuah perbuatan yang dianjurkan oleh agama.
G. Ziarah Kubur Bukan Sebuah Bid’ah
Bid’ah merupkan suatu ajaran
yang tidak pernah di syariatkan oleh agama dimasa Rasulullah SAW. Memang pada
awalnya ziarah kubur itu sempat dilarang oleh Rasulullah pada saat itu, karena
keadaan umat islam dahulu yang masih awam. Tetapi setelah ada perkembangan
zaman saat iman umat terdahulu sudah kuwat, maka Rasulullah memerintahkan
kepada umatnya untuk melakukan ziarah kubur, bahkan Rasulullah sendiri
melakukan ziarah ke makam ibu beliau, memohonkan ampunan untuk ibunya. Jadi
jangan asal mengatakan bahwa ziarah kubur itu bid’ah, karena Rasulullah sendiri juga melakukannya diwaktu itu.
Ziarah kubur itu di anjurkan, tetapi juga harus memperhatikan hal-hal
yang harus diperhatikan dalam berziarah seperti yang telah dijelaskan diatas.
Kalau ada sekelompok yang mengatakan bahwa ziarah kubur itu bid’ah, berarti kelompok tersebut secara
tidak langsung mengangap perbuatan Rasulullah juga bid’ah diwaktu itu. Itu jelas tidak benar, karena Rasulullah tidak
mungkin melakukan perbuatan yang tidak benar. Rasulullah diberi sifat ma’sum oleh Allah, yaitu terjaga dari
kesalahan dan dari dosa-dosa. Jadi dapat disimpulkan bahwa ziarah kubur
bukanlah sebuah bid’ah.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Ziarah
kubur adalah mengunjungi makam seseorang dengan niat mendo’akannya serta
mangambil pelajaran dari keadaan mereka bahwa suatu saat nanti kita juga akan seperti
mereka.
2. Termasuk
sunnah menziarahi makam Nabi SAW. sesuai dengan sabda beliau, dan akan
mendapatkan syafaat darinya.
3. Di
awal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh syari’at.
Pertimbangan akan timbulnya fitnah syrik di tengah-tengah umat menjadi faktor
terlarangnya ziarah kubur di waktu itu. Namun, seiring perkembangan dan
kemajuan Islam, larangan ini dihapus dan syari’at menganjurkan umat Islam untuk
berziarah kubur agar mereka dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut,
diantaranya mengingat kematian yang pasti akan datang kepada kita semua.
4. Sebab
(hikmah) dilarangnya ziarah kubur sebelum disyari’atkannya, yaitu karena para
sahabat di masa itu masih dekat dengan masa jahiliyah,
yang ketika berziarah diiringi dengan ucapan-ucapan batil.
5.
Tujuan
melakukan ziarah kubur ialah memberikan manfaat bagi penziarah kubur yaitu
untuk mengambil ibrah (pelajaran), melembutkan hati, mengingatkan kematian dan
mengingatkan tentang akan adanya hari akhirat. Disamping itu juga memberikan
manfaat bagi penghuni kubur, yaitu ucapan salam (do’a) dari penziarah.
6. Hukum
berziarah kubur adalah sunnah. Ziarah kubur disyari’atkan untuk laki-laki dan
tidak disyariatkan untuk wanita. Tetapi ada beberapa ulama’ yang memperbolehkan
wanita berziarah kubur dengan syarat terbebas dari fitnah, artinya tidak
menimbulkan sesuatu hal yang tidak diinginkan.
7. Diantara
hal yang harus diperhatikan dalam ziarah kubur adalah mengucapkan (do’a) salam
kepada ahli kubur, tidak duduk diatas kuburan dan menginjakinya, tidak
menyembelih hewan di kuburan, tidak boleh bernadzar kepada orang yang sudah
meninggal di kuburan dan lain sebagainya.
8. Ziarah
kubur merupakan sesuatu yang dianjurkan, meskipun dulu pernah dilarang, tapi
sekarang ziarah kubur disunnahkan. Artinya, perintah setelah larangan itu
boleh.
9. Ziarah
kubur bukanlah sebuah bid’ah karena
Rasulullah SAW. juga melakukan ziarah kubur di makam ibunya di waktu itu,
kemudian Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk melakukan ziarah kubur.
B.
Saran
Saran pulis kepada pembaca yang budiman.
1. Ketika
akan masuk disebuah tempat pemakaman umum ucapkanlah salam kepada ahli kubur.
2. Kalau
kita berziarah kubur, renungilah keadaan mereka yang telah meninggal agar kita
ingat bahwa kita besok juga akan seperti mereka.
3. Kita
hanya boleh berdo’a untuk mereka dan tidak boleh meminta bantuan kepada orang
yang telah meninggal, karena kita hanya boleh meminta pertolongan kepada Allah
SWT.
4. Jangan
melakukan nadzar keepada orang yang telah meninggal.
5. Jangan
mengkhususkan untuk melakukan ziarah pada hari-hari tertntu, karena setiap saat
kita boleh melakukan ziarah kubur.
6.
Bertawasullah (perantara) kepada orang
‘alim atau ulama’ karena Allah memerintahkan kita untuk bertawasul agar kita
bisa lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Al-Anshori,
Zakaria. Ushul Fiqih. Surabaya:
Alhidayah.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. 1985. Mafahim
Yajibu’an Tushahha. Kairo: Dar Al-Insan.
. 2008. Ziarah Kubur. http://Ziarah Kubur dalam Pandangan
Ahlus-Sunnah/Asy Syifaa’ Wal Mahmuudiyyah.htm
Bukhori.
1934. Sahih Abi Abdillah Al-Bukhori bi Sahih Al-karmaniy/Abi Abdillah
Al-Bukhori Al-Kirmaniy. Kairo: Matba’ah Al-Misriyyah.
Bulletin Al
Wala’ Wal Bara’. 2005. Ziarah Kubur Antara Syar’i dan Bid’ah. http://assalaam-bdg.or.id
Departemen
Agama. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: UD Mekar.
Nawawi. 1972.
Shahih Muslim bi Sharh Al-Nawawiy/Imam Nawawi. Kairo: Dar Al-fikr.
Sururudin.
2010. Dalil-dalil yang Melarang
Ziarah Kubur dan Jawabannya.
http://salafytobat.wordpress.com
terima kasihh broooo..... atas bantuannya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah dari dosen PAI...maaf ya sebelummnya saya udah coppy paste file dari Anda #thanks brooo
BalasHapusSangat membantu
BalasHapuslebih bagus lagi ditambahkan footnote kak
BalasHapusterimakasih